
Memang, sebenarnya hari lahir setiap tahunnya tak terlalu banyak berbeda dengan hari-hari biasanya. Yang berbeda adalah, di hari itu akan ada banyak doa yang dituai, banyak senyum yang disunggingkan, banyak permintaan yang harus diladeni (terutama permintaan traktir), dan banyak target yang harus dievaluasi dan diperbaiki dan bahkan mungkin dibikin target baru. Itulah, yang kualami hari ini.
Tengah malam, handphone tak henti-hentinya berbunyi. Dimulai dari tengah malam pukul 00.00 bahkan mungkin belum berhenti sampai bertemu malam kembali. Kubuka situs jejaring pertemanan sosial dan tampaklah deretan ucapan selamat serta doa dari para sahabat. Hal-hal lumrah yang biasa ditemui ketika kita menemui hari lahir setiap tahunnya. Kuharap, doa itu tak hanya muncul hari ini tapi juga dalam jangka waktu yang lama di keesokan harinya.
Dua lusin sudah hari ini, lengkap. Memang sih, mungkin bagi sebagian orang ketika menapaki usia ini terkesan biasa saja. Namun, bagiku setiap tahunnya di tanggal ini adalah moment mengingat sesuatu yang telah pergi. Tapi anehnya, justru di hari lahir banyak orang yang mengucapkan kata "selamat" padahal usia ini kian berkurang dan jatah kontraknya di dunia nyaris habis dan mungkin sudah di ujung tanduk. Satu keanehan yang tak pernah berubah dari zaman baheula sampai sekarang dan bahkan mungkin akan awet sampai nanti.
Bagiku juga, setiap tahunnya di tanggal ini merupakan teguran akan setiap langkah yang telah kulewati hingga sampai di sini. Teguran akan apa yang telah aku lakukan dan teguran akan pertanggungjawaban hingga usia ku mencapai titik dua lusin. Tak sekedar bertambahnya usia, karena pastinya khilaf dan dosa ini turt bertambah.
Allahu Rabbi...
Dua lusin ku menapaki jalan ini, namun masih saja aku belum mempu berlari dengan kecepatan tinggi. Dua lusin aku ada di dunia ini, tapi masih saja hobi untuk menuai dosa dan salah. Dua lusin waktu ini telah terlewati dan kuharap ampunan-MU hingga kini.
***
Teringat dengan kejadian kemarin, saat aku baru saja dari salah satu toko buku terbesar di Jakarta (kalo gak salah). Saat turun dari sebuah jembatan penyeberangan, ada seorang ibu menghampiriku dan bercerita tentang anaknya yang dirawat di rumah sakit tertua di Jakarta (bener kan??!!!). Penyempitan jantung. Sang ibu harus membeli infus yang harganya lebih dari 300 ribu untuk anaknya yang seharusnya kelas 7 SMP saat ini, tapi akhirnya harus terbaring di rumah sakit dan sekolah dasarnya pun tak diselesaikan. Akhirnya beliau minta tolong padaku untuk menambahi uangnya yang kurang. Air matanya jatuh tapi dia berusaha untuk kuat dan memintaku untuk turut berdoa bagi anaknya. Setelah dirasa uangnya cukup, beliau pun segera pergi ke rumah sakit karena takut terlambat.
Dari kejadian itu, aku jadi teringat dengan orang tuaku. Namanya orang tua, pasti rela melakukan apa pun demi anaknya bagaimanapun kondisinya. Mereka rela untuk banting tulang dan memberikan perhatian penuh untuk kemajuan dan perkembangan sang anak. Bahkan, papa ku beberapa hari lalu sempat cerita bahwa awalnya pada usia sekolah aku akan dimasukkan ke pesantren. Mamaku menolak. Dan aku merasa, karena beliau ingin merawat anak-anaknya dengan tangannya sendiri. Karena itu, setelah punya anak, mama berhenti dari pekerjaannya sebagai perawat. Adik-adikku pun diperlakukan serupa. Mama mulai bekerja kembali saat adikku yang bungsu sudah cukup besar. Alhasil, dengan usaha dan pengorbanan orang tua, jadilah kami anak-anak mereka saat ini. Kuharap, kami dapat mengukir senyum di bibir mereka. Selalu. Karena kami tak punya apa-apa untuk membalas segala jasanya yang begitu banyak dan begitu besar. Dan aku pun terpekur menatap usia ini dan menatap kembali setiap pengorbanan mereka hingga aku menjadi seperti saat ini.
Berbicara tentang dua lusin...
Masih banyak hutang yang harus kubayar pada orang tua untuk kebahagiaan mereka. Ku harap hutang itu segera bisa ku bayar dan lunas. Lunas??? Salah. Karena tak ada kata lunas untuk membayar hutang pada orang tua. setidaknya semua harus kubayar. Permintaan mereka harus bisa kuwujudkan jika itu memang baik. Allahu Rabbi... Bantu hamba yang tak berdaya ini...
to be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar