Minggu, 18 Juli 2010

Episode Dua Lusin chapter 3


Duhai waktu, kenapa engkau berlari semakin cepat seakan berada dalam perlombaan maraton.
Tak bisakah kau menungguku sejenak karena aku baru mampu merangkak dan sedang belajar untuk berlari lebih cepat mengejarmu.
Tunggulah aku, meski untuk sejenak atau sepersekian detik.

Hanya tinggal 3 hari usiaku mencapai dua lusin dan pikiran ini selalu saja bertanya pada waktu yang terlalu cepat. Tapi, bukan berarti pikiran ini hanya fokus pada waktu melainkan juga pada banyak hal. Ya Rabbi... kenapa ini....???

Sejauh ini aku mengarungi kehidupan, tapi masih terasa bahwa diri ini masih merangkak untuk menggapai Rabb Pemilik Hati. Aku masih belum bisa berlari, masih terlalu pelan aku berjalan menuju-NYA. Hingga saat ini, aku makin gelisah dengan segala lamunan, segala kesalahan, dan segala impian untuk semakin mendekat dan mendekat. Ya Rabbi... Sungguh aku ingin berlari dengan tempo kecepatan tinggi ke arah -MU melebihi kecepatan siapapun di dunia ini. Aku ingin berbuat lebih banyak lagi untuk benar-benar menggapai cinta-MU, tapi masih saja ku merasa terlalu sedikit yang telah dilakukan hingga detik ini. Makin resah...

Aku masih saja larut dalam segala lamunanku akan masa lalu. Ada yang ingin ku ubah, ada yang ingin kupertahankan. Dasar manusia, memang tak akan pernah puas. Tapi, aku sangat bersyukur akan skenario-NYA hingga detik ini. Hanya saja, sungguh aku merasa iri akan mereka yang memiliki prestasi di jalan Rabbani. Aku iri, mereka sudah bisa melangkah sangat jauh. Sementara aku masih di sini dan sekedar berangan-angan tentang kapan aku bisa sampai pada posisi itu.

Hmmm...
Semakin mendekati waktunya, jantung ini berpacu semakin cepat. Was-was bahkan tergopoh-gopoh untuk sekedar memikirkan berbagai impianku. Menghadapi realita dengan semangat yang ku punya dan dengan tersengal-sengal membangun impian menjadi kenyataan. Semakin hari, semakin banyak ku temukan orang-orang luar biasa mendekati-MU. Dan, aku iri. Mereka dengan usahanya yang maksimal, mampu berlari sejauh itu. Aku jadi semakin banyak belajar dengan rasa iri yang kupunya, tapi kadang kesabaran agak pelit untuk menghampiri diri ini. Bahkan kadang, rasa ini membangun imajinasiku dan membayangkan akan jalan hidup jika masa lalu tak seperti yang di alami. Namun, dalam hati ini jauh aku sadari ALLAH terlampau sayang padaku hingga memberikan skenario yang terbaik menurut-NYA.

Sekarang...
Kemungkinan yang menjadi bagian dari imajinasiku sudah tak mungkin terealisasi, namun bukan berarti aku berhenti untuk bermimpi. Aku masih menyisakan banyak ruang dalam pikiran ini, dalam hati, bahkan segenap kekuatan pada fisik ini untuk siap bertarung dengan realita demi menggapai impian yang telah kubangun. Aku siap bertarung dan menyisihkan waktu jauh lebih banyak dari sebelumnya untuk berjuang sepenuh hati. Dan aku pun siap dengan "ajtahidu fauqa mustawwal akhar"-berjuang di atas rata-rata orang lain-demi mimpi ku untuk selalu dekat dengan-MU.

Ya Rabbi...
Bantu aku...
Beri aku kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan untuk menjalaninya.
Jadikan ini jalan yang terbaik dan Kau ridhoi.
Dan berikanlah akhir yang indah dari perjuangan ini.
Ku mohon dengan segala keterbatasan dan kelemahanku.
Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar