Kamis, 20 Mei 2010

Serba Salah

Manusia tak pernah puas, tak pernah cukup, tak sadar jika tak bersyukur.
Ketika sudah sampai pada titik tertentu, dia kan meminta untuk sampai kepada titik yang lebih tinggi lagi.
Tak heran jika ada orang seperti Kurt Cobain yang akhirnya mati bunuh diri karena merasa tak ada lagi yang harus dia cari.
Karena dunia telah menjadi miliknya, tapi mungkin surga menolaknya. Wallahu'alam.

Namun, kenapa semua ujung kesuksesan harus diukur dengan seberapa banyak harta yang telah kita raih, pangkat yang kita capai, pendidikan yang kita jalani???
Tak adakah tujuan yang lebih indah dari itu semua?
Mengapa semua itu harus dijadikan tujuan utama?
Mengenyam pendidikan yang super tinggi dari yang lain menjadi kebanggan tersendiri dan bisa mengangkat gengsi, tapi seakan menutup mata ke arah mana pendidikan itu dimanfaatkan.
Menikah dengan seorang berprofesi yang cukup menghasilkan serta berparas baik pun dianggap mengangkat gengsi keluarga, tapi mereka menutup mata akan akhlaknya.
Pekerjaan dengan jabatan yang tinggi serta gaji atau pendapatan yang besar dijadikan kesuksesan yang tiada banding, tanpa pernah mencoba untuk sadar bahwa pekerjaan yang diemban hanya menciptakan pembodohan bagi umat.

Itukah yang dicari?
Dunia semata?
Kesemuan semata?
Harta, tahta, jabatan, dan gengsi semata?

Ya Rabb...
Berat hidup di lingkungan yang penuh dengan kepalsuan, kesemuan, dan angan yang hanya sampai pada dunia.
Penuh dengan tuntutan untuk sampai ke jenjang yang lebih tinggi tanpa mementingkan banyak hal yang harus dipertanggungjawabkan setelah kematian.
Dihiasi dengan berbagai bayangan tentang indahnya dunia tapi melupakan akhirat.
Sungguh, perjalanan ini berat.
Namun, dengan adanya semua ini pun, muncul kekuatan dan keberanian.

Kekuatan untuk memberikan pencerdasan.
Keberanian untuk mendobrak pembodohan.
Keyakinan untuk selalu bergerak dan bergerak untuk merubah segal hal yang penuh dengan kezaliman.

Namun, terkadang...
Niat baik tak selalu sampai dan diterima dengan baik.
Salah paham biasa mewarnai segalanya.
Entah komunikasi yang kurang atau usaha yang tak pernah dilakukan.
Hingga akhirnya serba salah untuk menghadapi berbagai masalah, berbagai tuntutan, dan berbagai tekanan.

Miris yang hanya bisa terealisasi dengan senyum sinis menatap semua yang dikira manis padahal hanya akan menyebabkan tangis.
Miris melihat kesuksesan yang hanya dipandang melalui pencapaian dunia yang semua orang sadar bahwa tak selamanya kita di dunia.
Miris memandang diri yang masih belum bisa membuat perubahan yang besar terhadap segala permasalahan yang terjadi.

Hingga hanya bisa serba salah...

2 komentar:

  1. nurul.. curhat ya?
    kenapa jadi serba salah?
    yang salah ya diperbaiki lah..
    kalo yang salah orang lain, ya diingatkan..
    kalo kita c, berusaha supaya nggak salah lagi..
    hee..

    BalasHapus
  2. gak curhat juga bu...
    nyambi plus melihat realita saat ini
    halah......

    BalasHapus