Di suatu malam, saya harus mengajar sesuai dengan jadwal rutin setiap pekannya. Untuk hari itu, saya memberikan pelajaran matematika. Tingkat kelas yang saya kelola ada 6 dan bersamaan dalam satu waktu mengajar. Jumlah siswanya bisa lebih dari 10 bahkan 20 orang, dan semuanya berasal dari level yang berbeda-beda. Jadi bisa dibayangkan, betapa ramai dan kebingungannya saya ketika harus mengajar. Namun, justru hal itu pula yang selalu membuat saya bisa tersenyum melihat tingkah para siswa.
Hari itu adalah hari Minggu. Saya datang terlambat karena memang ada beberapa keperluan yang harus diurus. Sesampainya di tempat mengajar, ada beberapa siswa dari kelas 1-6 SD. Rinciannya adalah 1 orang kelas 1 SD, 3 orang kelas 3 SD, 4 orang kelas 4 SD, 2 orang kelas 5 SD, dan 4 orang kelas 6 SD. Sebenarnya masih ada beberapa siswa lagi, namun telah ada salah satu pengajar yang memang sudah meng-handle mereka. So, mulailah saya harus berkutat dengan 14 orang siswa dari level yang berbeda.
Akhirnya, saya berinisiatif untuk membuat kelompok belajar. Dan hal ini bukan hal yang mudah, karena seperti biasa para siswa paling hobi protes (ketularan gurunya kayanya ^_^). Kelompok belajar yang saya buat adalah sebagai berikut, salah satu kelas 6 mengajar kelas 1 dan salah satu kelas 4, salah satu kelas 6 yang lain mengajar kelas 3. Sisanya, 3 orang kelas 4 ada dalam kelompok tersendiri, sementara 2 orang kelas 6 dan 2 orang kelas 5 menjadi satu kelompok. Lalu, kami pun mulai belajar. Untuk para kelas 6 yang mengajar adik kelasnya, saya minta memberikan soal-soal sesuai dengan tingkat kelasnya. Kelas 6 ini biasanya memang pulang paling terakhir bersama saya karena terbiasa mengerjakan PR terlebih dahulu di tempat belajar. Sementara kelompok kelas 4 dan kelas 5 yang digabung dengan kelas 6, saya beri soal yang didikte.
Gabungan kelas 5 dan 6, saya beri soal mengenai penjumlahan dan pengurangan, namun dalam nominal yang besar hingga puluhan juta. Awalnya, saya tidak ingin memberikan model soal tersebut, karena level kelas mereka sudah harus diberikan soal yang sesuai dengan kurikulumnya. Berhubung mereka tetap saja hobi protes dan ingin soal penjumlahan dan pengurangan, akhirnya saya mengalah. Soal pertama saya dikte agar para siswa menuliskan dalam bukunya. Soalnya mengenai penjumlahan bilangan belasan juta dengan ratusan ribu. Mendengar soal itu, para siswa tidak langsung menuliskannya, tapi justru malah terbengong-bengong dengan mulut mereka yang terbuka. Mereka shock untuk beberapa saat, entah berpikir atau benar-benar kaget dengan soal yang diberikan. Ketika mereka sadar, kalimat pertama yang mereka katakan adalah, "Kak, nolnya itu ada berapa kalo belasan juta?". Otomatis, saya hanya bisa tertawa mendengar dan melihat kepolosan mereka. Saya pun menjawab, "Hayo yang mau jadi orang kaya, masa' duit belasan juta aja gak tau jumlah nolnya berapa. Harus tau dong kalo mau jadi orang kaya". Mereka pun merespon yang tampaknya tanpa proses berpikir terlebih dahulu, "Ya udah deh, gak usah jadi orang kaya kalo gitu. Jadi orang miskin aja deh. Kan pusing ngitung nolnya. Lagian kakak kasih soal tambah-tambahan yang susah banget sih. Kan bingung sama jumlah nolnya". Lagi-lagi, saya cuma bisa tertawa mendengar celotehan mereka karena tidak hanya satu orang yang protes, tapi semuanya sehingga saya pun merespon, "Hmmmm.... gimana sih? Masa' mau jadi orang miskin? Gak bakat dong jadi orang kaya? Ayo dong, ini kan masih belasan juta dan masih tambah-tambahan lagi. Harus bisa kalo mau jadi kaya".
Mendengar hal itu, beberapa kali soal harus saya ulang agar mereka bisa mencerna. Para siswa pun kerja sama untuk mencari jawaban yang tepat, lebih tepatnya penulisan soal yang tepat. Beberapa kali mereka mengkonfirmasi apakah soal yang mereka tulis sesuai dengan yang saya maksud. Setelah mereka benar dalam menuliskan soal, mereka pun mengerjakan soal dengan tetap bekerja sama. Ada juga siswa yang menyerah dan menunggu temannya yang lain selesai mengerjakan dan mendapatkan jawaban yang benar. Setelah selesai dan semua mendapatkan jawaban yang benar, soal berikutnya pun saya berikan dan masih dengan model yang sama, yaitu penjumlahan dan pengurangan dengan nominal yang cukup besar.
Cerita di atas hanya salah satu bagian dari setiap tawa saya ketika mengajar mereka. Bersyukurnya, setelah satu tahun mengajar di sana, mereka masih bersedia untuk hadir dan rajin menanyakan, "Kak, les kapan?". Kadang-kadang mereka pun menghampirike rumah agar bisa berangkat bareng. Bahkan, setiap saya keluar rumah dan bertemu mereka, pasti selalu ada sapaan dan senyuman. Seru kan! Kami juga terbiasa untuk bermain ketika waktu belajar sebagai bagian dari refreshing. Tidak hanya itu, beberapa kali kami juga mengadakan kegiatan di luar kota atau sekedar kemping di kantor RW yang merupakan tempat kami belajar. Yaa... begitulah. Selalu ada tawa di setiap tingkah mereka yang menyebalkan, mengesalkan, tapi tetap bisa bikin kangen.
Blog ini hanyalah karya sederhana yang berisi berbagai untaian kata yang diharap penuh makna. Berharap makna itu bisa sampai kepada para pembaca dan bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Selasa, 18 September 2012
Satu Hari dengan Mereka
Warna Kita
terima kasih kau mau mengerti
bahwa aku manusia
bahwa aku punya banyak sekali kekurangan
yang mungkin membuatmu susah
dan bisa saja kau mengeluh setiap saat
tapi kau justru diam
senyummu mengembang melihat setiap kekuranganku
bukan mencela, tapi memaklumi
dan pada akhirnya kau memutuskan untuk melengkapi
bukan karena begitu banyak kelebihan yang kau miliki
tapi karena perbedaanmu menjadi warna tersendiri
warnamu menjadikan warnaku terlihat lebih indah
dan lagi
kuucapkan terima kasih padamu
kelebihanku dimatamu menyempurnakan kita
kau bersyukur dan menganggapnya anugerah
aku pun tersanjung karena kau memilihku
kau tidak pergi karena rasa tak percaya diri
yang bisa saja singgah di hatimu
kau justru datang dengan gagah berani
mempersembahkan diri dan mengakui
bahwa bagimu, aku memiliki arti tersendiri
sementara aku
memandangmu dari berbagai sisi
membuatku menyadari betapa berharganya dirimu
segala kekurangan dan kelebihanmu menyadarkanku
kau pun manusia, sama sepertiku
karenanya aku pun bersedia menghiasi warnamu
menjadi bagian dari warna kita
warna baru tanpa harus meninggalkan warna masing-masing
kau tetap menjadi dirimu, pun aku
bukankah semua itu jauh lebih indah
*untuk siapa yang entah dimana dan kapan???
^_^
Minggu, 16 September 2012
dia
akan kusimpan rapat
tanpa ada yang tahu
tentang semua yang pernah terjadi
tentang kamu
tentang kita
dan tentang rasa ini
akan kulepaskan
agar bebas mengudara
rasa itu
yang pernah singgah
akan kuyakini
tentang semua janji-NYA
jika aku baik
maka dia pun baik
dan kau
mungkin saja dia
dan mungkin juga bukan
dan kita
pernah merangkai sebuah cerita
yang telah menjadi sejarah
sementara masa depan
sepenuhnya, milik-NYA
kamu, aku, dia
tak ada yang tahu
semua misteri
percaya saja akan janji-NYA
jika kamu adalah dia
maka tak akan pernah tertukar
cukup bersabar
dan jika kamu bukanlah dia
maka akan ada dia untukmu
dan akan ada pula dia untukku
dan semua akan indah pada waktunya...
Rabu, 12 September 2012
sampai lelah... sampai bosan
aku akan terus berdoa
sampai lelah, sampai bosan
bahkan setelah lelah
hingga setelah bosan
aku akan terus meminta dan mengemis
sampai kapanpun aku akan tetap berharap
meski jawaban belum kudapatkan
meski harapan masih jauh dari pemenuhan
aku akan terus berharap
sampai lelah, sampai bosan
bahkan hingga setelah keduanya
aku akan selalu mengemis mengharap kasih
berharap pinta bisa dipenuhi
berharap dosa terampuni
berharap agar selalu ada kesempatan untuk memperbaiki
berharap akan segala sesuatu yang dikehendaki
juga menjadi kehendak-NYA
aku akan terus meminta
aku akan terus mengemis
aku akan terus berharap
aku akan terus berdoa
sampai lelah
sampai bosan
bahkan hingga setelah keduanya...
Rabu, 05 September 2012
Gladi
Gladi...
Prosesi wisuda belum dilakukan
artinya gelar di belakang nama juga belum resmi bertambah
apalagi ijazah juga belum bisa diterima
semua perlu waktu
Tapi ya... begitulah
bahkan ketika dinyatakan lulus, setiap kita selaku mahasiswa pasti sangat senang
tiba-tiba tangan sudah penuh dengan karangan bunga sebagai ucapan selamat
padahal entah ilmunya benar-benar bisa dimanfaatkan atau justru hanya untuk sebuah gelar
Gladi...
berkaca hari ini, apa mungkin kami para mahasiswa yang baru lulus terlampau cepat senang
tapi sepertinya tak mengapa selama semuanya berjalan wajar
bersyukur, semakin tinggi mengenyam pendidikan, cara pandang kami berubah
berubah dalam memandang arti sebuah wisuda bahkan nilai dengan predikat cum-laude
karena yang terpenting adalah nilai kami di mata masyarakat
Gladi...
wisuda dan gelar itu bonus, kawan
sementara proses mengenyam pendidikan adalah rezeki sesungguhnya
tak banyak orang yang berkesempatan menjalani semua ini
so, tak masalah bahkan sangat wajar dan memang seharusnya bahagia, meskipun wisuda belum dilakukan
sedikit lagi...
Gladi...
setelah ini, bersiaplah meghadapi tantangan yang lebih ekstrem lagi di depan
ALLAH pasti punya maksud kenapa kesempatan kuliah lagi itu diberikan pada kita
pastinya agar manfaat kita makin besar
makin tinggi dan banyak gelar yang disandang, makin banyak pula tanggung jawab yang diemban
maka, bersiaplah
karena sekali lagi...
nilaimu di mata masyarakat jauh lebih penting
dan nilaimu di mata ALLAH jauh lebih utama...
Selasa, 04 September 2012
Mengertilah....
Kenapa sampai sekarang kau masih tak mengerti
tak ada orang yang berani menegurmu bahkan ketika kau salah
kenapa kau masih saja terlampau egois
kau tak akan pernah kena marah ataupun dibenci olehnya
ia hanya bisa marah padaku
mereka hanya bisa membenciku
tapi kenapa sampai sekarang kau masih saja keras padaku
bukankah aku sudah mengalah
bukankah aku sudah tak mengatakan apa-apa
bukankah aku sudah sering menahan emosi padamu
saat ku marah, aku mencoba untuk tetap diam
saat aku masih terlampau sakit hati, aku sudah mencoba melupakan semuanya
tapi kenapa?
mengertilah
mereka hanya sanggup marah padaku
jadi cukupkanlah egomu
jangan pernah lagi keras padaku
aku yang akan dipersalahkan
bahkan ketika kau yang salah
bahkan ketika aku sudah mengalah
aku tetap salah
jadi ku mohon, mengertilah...
Ungkap
dalam diam
ada rasa yang tersimpan
penuh
sesak
ingin tumpah
dalam bibir yang terkunci
ada rahasia yang tertutup rapat
tak perlu diungkap
ia telah terungkap dengan sendirinya
melalui mata yang bicara
melalui hati yang memanggil
melalui angin yang berhembus semilir
ia telah terungkap
dan ia telah sampai pada tujuannya
*23 Mei 2012
Lagi-Lagi.... DIAM...
bergeming dari rasa diam
kau tak tahu rasanya
kala diam membuatmu berpikir
jauh lebih dalam
dan di kala diam kau harus tersadar
untuk sesuatu yang membuatmu tak boleh lagi diam
kau terlalu banyak berpikir hingga nalarmu menembus batas normal
kau dahului kehendak-NYA melalui segala prasangka yang kau punya
kau merasa cukup pintar untuk menyatakan bahwa dugaan itu benar
dan akhirnya kau menyesal dalam diam
tapi kau tak pernah mengakui
kau sulit untuk mengakui bahwa kau salah
meskipun kau menyadari itu dengan pasti
tapi tak bisa kau kemukakan
kau simpa segalanya dengan baik dalam diam
lagi-lagi diam menjadi senjatamu
entah malu, entah kecewa
kau simpan segalanya dalam diam
kau tutup segalanya rapat hingga sesak dan tak bisa lagi bernapas
kau menyesal dan menyadari
diam tak selalu menjadi jalan
diam tak selalu bisa mengatasi segala hal yang membuatmu penat